Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid
Abstrak
Seorang laki-laki, sesuai umur, rawat diri cukup, dirawat di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dengan diagnosa skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid merupakan yang
paling sering dijumpai di negara manapun. Gambaran klinis didominasi
oleh waham yang secara relatif stabil, sering kali bersifat paranoid
diserta oleh halusinasi, terutama halusinasi pendengaran.
Gangguan-gangguan afektif, dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan
serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol. Pasien pada kasus tedapat gejala berupa waham bizzare,asosiasi longgar dan afek tumpul sehingga memenuhi kriteria umum skizofrenia, ditambah dengan gejala tambahan berupa waham kebesaran, waham curiga, sehingga pasien didiagnosis Skizofrenia Paranoid.
Keywords: skizofrenia, skizofrenia paranoid
Seorang pasien laki-laki, sesuai umur, rawat diri
cukup dibawa keluarga ke RSJ karena sering marah-marah tanpa sebab.
Pasien sering mengurung diri di kamar, mudah tersinggung, mudah curiga,
sering mengamuk tiba-tiba dan membanting peralatan rumah. Pasien sulit
tidur dan sering keluyuran. Pasien berperilaku aneh sejak seminggu yang
lalu. Faktor penyebab tidak jelas. Pasien punya riwayat mondok 4 kali di
RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang, dari tahun 2009-2011. Faktor penyebab
pasien mondok hingga sekarang tidak jelas. Pasien merupakan anak ke 6
dari 7 bersaudara. Adik dari ayah pasien mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan didapatkan seorang laki-laki, sesuai
umur, rawat diri cukup, kesadaran compos mentis, mood euforik, afek
tumpul, fungsi intelektual cukup, tidak ada gangguan persepsi, progresi
pikiran asosiasi longgar, irrelevan, non realistik, waham kebesaran,
waham curiga, waham sisip pikir, waham sedot pikir, perhatian mudah
ditarik susah dicantum, hubungan jiwa susah, insight derajat 1.
Diagnosa
Axis 1 : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Axis II : R46.8 (axis II ditunda)
Axis III: tidak ada
Axis IV : tidak ada
Axis V : GAF 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
Terapi
Penatalaksanaan pada pasien antara lain haloperidol
5mg 2x1, trihexyphenidil 2mg 2x1 (bila terdapat gejala EPS),
chlorpromazine 100mg 1x1 (malam), psikoterapi suportif individual dan
kelompok, terapi kerja, edukasi keluarga dan masyarakat.
Diskusi
a. Psikofarmaka
Antipsikosis : Haloperidol 2 x 5 mg
Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu
Antipsikosis tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal
adalah memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak,
khususnya di sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala negative.
Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu :
- Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer
yang sama pada dosis ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping : sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal)
- Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
- Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis
sebelumnya, jenis obat tertentu sudah terbukti efektif dan dapat
ditolelir dengan baik, efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
- Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala positif, pilihan antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (klinis) sekitar 2-4 minggu dan efek sekunder sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/hari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
b.Psikoterapi suportif
- Psikoventilasi:
Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa yang
menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien
dari faktor faktor pencetus.
- Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum obat dengan rutin.
- Sugesti : Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol).
- Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.
c. Terapi Kerja
Mengingat usia pasien yang sudah cukup lanjut, terapi kerja
dianjurkan hanya sebatas menemukan kegiatan yang bermanfaat namun tidak
memberatkan fisik pasien.
d. Edukasi keluarga
Pasien tinggal dengan suami, putra bungsu serta menantunya.
Beberapa anak-anaknya yang lain tinggal dalam satu komplek desa dan
cukup berdekatan. Dari home visit, tidak ditemukan adanya masalah keluarga yang dirasa dapat menghambat penyembuhan pasien.
Hanya perlu ditekankan kepada keluarga pasien untuk; memahamkan
kepada keluarga bahwa kerja sama mereka sangat dibutuhkan untuk
memastikan kepatuhan kontrol dan minum obat. Keluarga dianjurkan
mengawasi pasien saat minum obat dan memastikan pasien meminum obat
dengan rutin di rumah. Juga diberi pengertian kepada keluarga tetap
menghargai pasien seperti orang sehat dan juga membesarkan hati pasien,
memberi pertimbangan-pertimbangan rasional terhadap berbagai
keinginannya.
e. Edukasi masyarakat
Lingkungan masyarakat pasien masih tabu terhadap penyakit jiwa,
sehingga kemungkinan pasien selalu dilecehkan adalah cukup besar.
Itulah yang menghambat penyembuhan pasien, dan meningkatkan kemungkinan
kambuhnya penyakit pasien.
Penting dilakukan edukasi kepada masyarakat khususnya di
sekitar pasien tinggal, untuk mensosialisasikan pengertian penyakit jiwa
yang sebenarnya. Diharapkan masyarakat akan mengerti sehingga dapat
memperlakukan pasien selayaknya manusia yang berhak untuk dihargai.
Referensi
1. Muslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta
2. Muslim, Rusdi,. 2003. Buku Saku DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA. Jakarta: PT Nuh Jaya
3. Kaplan B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. EGC: Jakarta.
4. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi VII, Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2007.
5. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi VII, Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2007.
6. Soekarto, A.. 2002. Psikiatri Klinik Edisi Ke-4. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM.
7. Soewadi. 2002. Simtomatologi Dalam Psikiatri. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM.
Penulis
Ratna Sari Ritonga, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa, RSUD KRT Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah.
sungguh sulit mengobati penyakit tsb, di tambah dengan pingidap skizofrenia sulit untuk di ajak kerja sama.
BalasHapusMohon maaf jika boleh tau ini literaturnya dari mana ya bu? Mihin dibalas
BalasHapusMohon maaf jika boleh tau ini literaturnya dari mana ya bu? Mihin dibalas
BalasHapus